S.M Mohamed Idris,
Presiden Persatuan Pengguna Pulau Pinang (CAP)
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـنِ ٱلرَّحِيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Salam Ramadan, kepada semua, seluruh Ummat yang menjalini ibadah Berpuasa pada penghujung bulan yang penuh keberkatan (Ramadhan) seterusnya bakal menyambut Idul Fitri yang mulia ini. Kita bakal mengakhiri hari-hari terakhir Ramadhan dengan datangnya bulan Syawal iaitu bulan kemenangan untuk seluruh Ummat. “Selamat Menyambut Hari Kemenanga, Hari Raya Idul Fitri”
Bulan Ramadan adalah bulan yang mulia di mana kita diwajibkan berpuasa dan mengamalkan amalan-amalan baik yang dituntut oleh agama Islam. Kami percaya kita telah dan sedang melaksanakan amalan-amalan baik tersebut kerana dengannya kita dapat meningkatkan jati diri kita terutamanya dalam melaksanakan tugasan seharian.
Kami mengharapkan agar setelah melalui Madrasah Ramadhan dalam menempuh bulan yang penuh keberkatan kita telah dididik dengan sikap serta nilai keperibadian yang bersederhana, luhur, jujur dan amanah. Ini boleh dicapai sekiranya Ummat mengenepikan sikap mementingkan diri sendiri dan dapat menzahirkan sifat tawadduk iaitu merendah diri dan tidak sombong.
Hari Raya Idul Fitri disambut dengan penuh kegembiraan namun ketika kita menjalani Madrasah Ramadhan mengingati sabda Rasulullah SAW sebagai berikut: “Telah datang kepada kamu bulan Ramadan. Bulan yang penuh berkah. Allah mewajibkan atas kamu berpuasa di bulan itu. Di bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka. Pintu-pintu neraka ditutup. Syaitan -Syaitan dibelenggu. Dan di dalamnya terdapat malam Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa diharamkan kebaikannya maka ia benar-benar telah diharamkan.” (HR Imam Ahmad)
Namun demikian, kegembiraan tersebut tidak bermakna kita berlebih-lebih, boros dalam berbelanja berupa gaya hidup yang mewah sehingga membazir. Gaya hidup tersebut dapat dilihat dari menu makanan, pakaian dan perlengkapan serta perabut rumah, bahkan kendaraan baru yang diganti berbanding dengan bulan-bulan sebelumnya.
Perilaku dan gaya hidup yang serba mewah tersebut tentu saja tidak seiring dengan esensi puasa untuk mengendalikan hawa nafsu. Prinsip kesederhanaan, hidup yang bersahaja, seolah tersisihkan oleh sikap yang berlebihan dalam menghadapi bulan suci Ramadan maupun menjelang hari raya Idul Fitri.
Tragisnya, karena memaksakan diri dengan gaya hidup serba mewah, berlebih-lebih, telah mendorong, terjebak dalam perilaku jenayah. Karena keimanan dan ketaqwaan sangat tipis, sangat malang dikalangan ummat kita hari ini menempuh segala cara untuk mewujudkan keinginannya, mulai dari penipuan, pencurian, pemerasan, merompak , bahkan terlibat dengan salah guna kuasa dan rasuah.
“.. Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al Anam: 141). Di sisi lain, Islam juga mengecam mereka menumpuk-numpuk harta dengan akan memasukan ke neraka Huthamah (QS. Al-Humazah: 1-9). Sementara mereka yang sukanya menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, diancam dengan siksaan pedih dan menyakitkan (QS. At-Taubah:34).
Bersederhana juga dapat dilihat pada kehidupan Nabi Muhammad Saw. Nabi Muhammad Saw sepanjang hayatnya adalah orang yang konsisten pada cara hidup yang sederhana. Ketika beliau wafat, tidak banyak harta yang ditinggalkannya. Amru bin Harith meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ketika wafat tidak meninggalkan dinar, dirham, hamba sama ada lelaki atau perempuan, dan tiada sesuatu apa pun, kecuali keledai putih yang biasa dikendarainya dan sebidang tanah yang disedekahkan untuk kepentingan orang yang bermusafir (HR. Bukhari).
Harta Nabi Muhammad SAW yang paling mewah hanyalah sepasang alas kaki berwarna kuning yang merupakan hadiah dari Nigus dari Abbisinia. Beliau tinggal di pondok kecil beratapkan jerami yang tingginya dapat dijangkau oleh seorang remaja. Ruang kamarnya daripada batang pohon yang dilekatkan dengan lumpur bercampur kapur. Beliau sendiri yang menyalakan api, memasang lantai, memerah susu, dan menjahit alas kakinya yang rosak. Santapannya yang paling mewah dan jarang dinikmatinya adalah madu, susu, dan kambing (M. Quraish Shihab: 1994). Begitulah kesederhanaan hidup Nabi Muhammad Saw.
Dalam kegembiraan kita menyambut Hari Raya Idul Fitri marilah kita jadikan Puasa Ramadhan sebagai momentum melatih sikap kesederhanaan. Puasa Ramadhan merupakan saranan menyadarkan bagi orang-orang yang beriman bahwa harta, benda, kedudukan, dan memperoleh kesempatan memperoleh kanikmatan dunia, semuanya adalah amanat Allah swt. Manusia jangan sampai lalai dengan kemewahan dunia, meskipun diantara Ummat kita ada yang mampu bahkan berkelebihan dalam mendapatkannya.
Hari Raya Idul Fitri yang akan tiba, marilah kita meletakan ibadah sepanjang Ramadhan terkesan dengan wahana pembelajaran bagaimana manusia dapat menjalani hidup dengan prinsip kesederhanaan. Hidup sederhana bukan bererti hidup yang serba susah dan penuh penderitaan. Hidup sederhana adalah hidup yang cerdas dimana seseorang mampu memilih, mana keperluan dan yang mana satu kehendak hidupnya. Sebab, tidak semua keinginan sesuai dengan kehendak. Tidak semua yang kita inginkan akan memberikan manfaat kebaikan malah akan menjadi sia-sia belaka. Oleh karena itu, hidup sederhana adalah hidup dengan mengikuti pola yang jelas dan bermaruah.
Selamat Menyambut Hari Kemenangan, Hari Raya Idul Fitri. MAAF ZAHIR DAN BATIN.
والله أعلم
Kenyataan Akhbar, 11 Jun 2018